Selasa, 22 Mei 2012

Kosong

Kosong, kata yang tepat menggambarkan keadaan saya saat ini. Di saat pekerjaan rutin sudah selesai dikerjakan, saya bingung harus ngapain. Padahal di bawah sedang banyak acara dalam rangka memperingati hari ulang tahun kantor, tapi hari ini saya malah tidak tertarik untuk datang dan melihat satupun. Ingin browsing pun enggan rasanya. Yang ada saya malah lebih banyak bengong. Mata memang mengarah ke layar komputer, tapi pikiran saya melayang kemana-mana. 

Saya merasa ada yang kosong, dan saya tau penyebabnya. 

Semangat saya hilang hari ini. Mungkin sebenarnya sejak beberapa hari yang lalu, hanya saja saya belum terlalu merasakannya dan berusaha menghilangkannya. Semakin ke sini, saya semakin lemah.

Biasanya saya mudah tersenyum, bahkan untuk hal yang sepele. Tapi tidak hari ini. Sejak pagi bibir saya seperti terkunci. Senyum seperlunya, tampak basa-basi. Karena saya tau hati saya sedang tidak ingin tersenyum. 

Sebelumnya saya tidak pernah menyangka bahwa ada pengaruh yang besar di diri saya, yang bisa menghilangkan semangat saya dalam sekejap. Hanya karena satu hal, saya jadi begini. Memang susah rasanya kalau sudah bermain dengan yang namanya hati.

Hey stranger

Aneh... 
saya sedang merasa asing dengan seseorang. Padahal dia ada di dekat saya, tapi saya merasa jauh dari dia.


Rabu, 09 Mei 2012

Perjalanan ke Kuningan

Long weekend awal April kemarin, saya dan kedua teman kantor saya : Chia dan Devi, pergi ke rumah Devi di Kuningan, Jawa Barat. Saya dan Chia pergi ke sana dalam rangka mengisi liburan panjang. Kalau Devi, tentu saja dalam rangka mudik, pulang ke rumahnya untuk bertemu dengan ibu dan adiknya yang tinggal di sana dengan keluarga besarnya. Rencana ke Kuningan ini sebenarnya sudah lama ada. Tadinya kami ingin ke sana saat libur panjang di bulan Maret. Namun karena persiapan yang belum matang, terutama masalah keuangan, terpaksa diundurlah rencana liburan kita. Terlebih lagi, ada teman kantor yang menikah di hari Minggu itu. Agak ga enak kalo teman kita yang satu itu nikah dan kita ga bisa dateng karena alasan liburan.

di teras depan rumah Devi
Jujur, saya sangat excited dan ga sabar ingin segera berangkat. Ini pertama kalinya saya pergi jauh ke luar kota dengan menggunakan kereta. Mmmm norak ya, tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, bukan? hehe.. Dulu waktu masih piyik sih pernah juga ikut mudik ke rumah si Mbah naik kereta. Tapi itu kan dulu, saya aja lupa-lupa inget. Jadinya ga masuk itungan deh.

Seminggu sebelum berangkat, kami bertiga beli tiket kereta di stasiun Senen. Di sana, kami layaknya orang kebingungan, planga-plongo cari informasi tiket dan gimana cara belinya, karena diantara kami tidak ada yang pernah beli tiket di sana. Para calo mulai nyamperin dan mulai 'sok kenal' nanya-nanya mau berangkat tanggal berapa. Setelah tanya ke bagian informasi, ternyata tiket kereta jurusan Cirebon (FYI, untuk ke Kuningan kita naik kereta Cirebon Ekspress a.k.a Cirex dan turun di stasiun Cirebon) hanya tersisa untuk hari Jumat Malam. Jadilah kita beli untuk berangkat Jumat malam. Rencana pun otomatis berubah. Yang awalnya ingin berangkat hari Jumat pagi dan pulang hari Minggu berubah menjadi berangkat hari Jumat malam dan pulang hari Senin. Sekali-kali bolos kerja bareng, hari Senin pula. Toh tetep 'cuti bersama' intinya. hihihi..

Jumat sore kami kumpul di kosan Devi dan siap berangkat menuju stasiun Jatinegara. Sampai Jatinegara, ada pemberitahuan bahwa Cirex sudah datang. Devi yang bertindak sebagai guide mengajak kami agar tidak langsung naik karena menurutnya Cirex tsb akan menuju stasiun Gambir terlebih dahulu dan kembali ke Jatinegara. Ia bilang lebih baik naiknya nanti saja, setelah kembali dari Gambir. Rupanya bapak-bapak pemeriksa tiket mendengar omongan Devi dan dengan nada tinggi seperti orang marah, dia langsung menyuruh kami untuk segera naik karena menurutnya dari Gambir Cirex memang lewat kembali ke Jatinegara namun tidak berhenti untuk menaiki penampung. Sambil mencerna perkaataan si Bapak, kami dengan sigap menuju Cirex. Sampai di depan gerbong, Devi masih keukeuh untuk tidak naik. Tetapi setelah ada petugas yang berdiri di gerbong berkata persis seperti Bapak sebelumnya, tanpa ba-bi-bu kami buru-buru naik ke kereta. Dan benar saja, begitu kita bertiga masuk, Cirex pun jalan. Hampir saja kami ketinggalan kereta. Kalau saja tadi kami lebih lama pamitan sama Mbak Midah si penjaga kosan Devi, atau melangkah lebih lambat ke tempat menunggu angkot, atau bukan naik angkot melainkan memilih menunggu bis yang langsung sampai jatinegara, mungkin kami akan ditinggal oleh Cirex dan say goodbye sama Kuningan.

Cirex yang malam itu membawa cukup banyak penumpang, 'take off' dari stasiun Gambir sekitar pukul 7 malam. Di perjalanan selama 3 jam menuju stasiun Cirebon, selain ngobrol dan ngemil, kami lebih banyak tidur. Kira-kira pukul 10 malam, kami sampai di Cirebon. Begitu keluar stasiun, kami langsung mencari angkutan yang akan membawa kami ke Kuningan. Angkutan yang dimaksud adalah mobil pribadi sejenis 'Elf' yang dijadikan angkutan umum dengan rute Cirebon-Kuningan. Beruntung masih ada 1 mobil terakhir malam itu. Dengan membayar Rp.25.000 kami siap diantar oleh pak supir menuju rumah Devi di desa Cigugur, Kuningan yang memakan makan waktu kurang lebih 1 jam dari stasiun Cirebon. Kami bertiga menjadi penumpang terakhir di mobil itu karena letak rumah Devi yang lebih jauh dibandingkan dengan penumpang lainnya. Karena alasan itu juga, sang supir meminta tambahan uang Rp.10.000. Diantara 9 orang di mobil itu, kami bertiga yang paling berisik, ngobrol ngalur ngidul sambil makan risol yang dibawa oleh Chia. Akhirnya sampai juga kami di rumah Devi. Setelah mengucapkan terima kasih kamipun turun. Dan setelah mobil elf itu jalan kami baru sadar bahwa risol kami ketinggalan di dalam mobil. Anggap saja itu bonus tambahan kami ya pak supir. :p

Sejak Jumat malam sampai Senin siang di rumah Devi, kami lebih sering berleyeh-leyeh. Cuaca Kuningan yang sejuk mendekati dingin bikin males ngapa-ngapain, maunya cuma tidur sama makan. Sesekali kami keluar rumah, diajak Devi jalan-jalan ke Waduk Darma, ke Danau tempat terapi ikan, beli oleh-oleh di Kota atau sekedar mampir ke rumah nenek dan bibinya Devi. Malam hari kami menonton DVD yang dibawa Devi dari kantor.

berjalan kaki menuju kota
pemandangan di desa Cigugur, Kuningan
pemandangan di waduk Darma

naik odong-odong :D













Senin siang kami berkemas untuk kembali ke Jakarta dengan bawaan yang cukup banyak (sebagian besar adalah oleh-oleh). Hari sebelumnya kami sudah memesan tiket kereta di KAI Kuningan via telepon. Dengan membayar 105 ribu kami mendapat tiket Cirex ke Jakarta plus dijemput mobil KAI menuju stasiun Cirebon. Jam 3 sore kami meninggalkan stasiun Cirebon. Tanpa disengaja, ternyata kami menempati kursi dan gerbong yang sama saat berangkat dan pulang, kursi no. 11 dan 12, di gerbong 3. Kebetulan yang menyenangkan. hehe.

Karena kursi 11 dan 12 letaknya depan belakang, kami berinisiatif memutar kursi agar dapat duduk berhadap-hadapan. Saya dan Devi duduk sebangku, sedangkan Chia sebangku dengan seorang bapak yang hanya membawa sebotol air mineral dan koran. Untungnya si bapak ga keberatan karena kursinya kami putar. Sepertinya si bapak agak canggung karena duduk diantara kami yang asik mengobrol. Dia pun beranjak dari kursi dan pergi ke arah toilet. Ternyata si bapak merokok di sana. Tidak lama kemudian ia kembali ke kursi saat kami sedang makan bekal yang dibawakan oleh Ibunya Devi. Kami tawarkan makanan yang kami punya, namun si bapak tidak mau. Ia pun beranjak lagi ke arah toilet dan tidak kembali ke kursi sampai Cirex tiba di stasiun Jatinegara. Kami jadi merasa bersalah karena si bapak terlihat tidak nyaman duduk bersama kami dan memilih ke luar, entah untuk merokok atau sengaja menghindari kami. Maafkan kami ya pak.

Kedatangan kami di stasiun Jatinegara disambut oleh hujan yang cukup deras. Terpaksa kami meneduh terlebih dahulu sebelum pulang kembali ke kosan Devi untuk menaruh sebagian barang bawaan. Dari kosan Devi, saya dan Chia kembali ke rumah kami masing-masing. Dengan satu tas ransel yang berat, satu tas selempang kecil dan satu tas berisi oleh-oleh, saya masih harus menghadapi antrian TransJakarta yang lumayan panjang di halte Dukuh Atas 2. Untungnya hati saya sedang senang waktu itu jadi ngantri lama juga ga masalah.

Perjalanan ke Kuningan akan menjadi kenangan tersendiri bagi saya. Kejadian seperti Chia yang kekunci di dalam kamar mandi rumah Devi, naik odong-odong mengelilingi waduk Darma, kegelian kami ketika mencoba terapi ikan sampai bertemu dengan karyawan laki-laki di toko oleh-oleh yang berdandan 'cantik' akan selalu lucu bila diingat.


Senin, 07 Mei 2012

Saya dan Mereka

Bisa dibilang saya dulu termasuk orang introvert. Bukan karena saya penyediri, tidak suka berbicara dengan orang lain, atau pilih-pilih teman. Bahkan sifat saya malah kebalikannya. Saya berbicara cukup banyak atau bisa dibilang cukup cerewet. Teman saya juga lumayan banyak, dengan berbagai macam sifat dan latar belakang. Hanya saja dulu saya termasuk orang yang tertutup. Saya jarang membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi dengan teman-teman saya. Semua saya simpan sendiri. Entah karena malu atau takut, yang pasti saya hanya tidak ingin membagi cerita-cerita saya dengan mereka. Mungkin karena hal ini saya jadi tidak punya sahabat. Bagi saya, teman ya cukup teman. Tidak ada teman yang saya kategorikan sebagai sahabat, yang saya definisikan sebagai teman dekat yang tau segala hal tentang kita, yang selalu ada di saat kita senang maupun saat susah.

Seiring berjalannya waktu, sifat saya mulai berubah. Saya mulai bisa membagi cerita-cerita saya dengan orang lain. Tidak hanya kepada satu orang, bahkan lebih. Mereka adalah teman-teman kuliah saya. Merasa senasib sepenanggungan, kami menjadi sering bersama dari mulai awal masuk kuliah. Dengan mereka, saya bisa membagi kisah, impian bahkan keluhan. Dengan mereka, saya bisa ketawa, nangis bahkan ketawa sampai menangis. Karena mereka, saya jadi merasa tidak sendiri. Karena mereka, saya jadi punya sahabat.

Meskipun sekarang kami sudah menjadi pegawai, bukan lagi mahasiswa dan status beberapa dari kami sudah ada yang berubah dari single menjadi double bahkan triple, tapi komunikasi kami tidak pernah putus. Sebisa mungkin kami tetap berkomunikasi melalui media apapun. Aneh rasanya jika lama tidak mendengar sapaan, celotehan atau lelucon mereka. Semoga kami selalu bisa seperti ini seterusnya, sampai kami menjadi tua di kemudian hari.